Search by Google
PROMOSI
Jumat, 01 Februari 2013
Pesan Paus Benediktus XVI Pada Hari Orang Sakit Sedunia ke-21 Yang Akan Dirayakan Pada 11 Februari 2013
“PERGILAH DAN PERBUATLAH DEMIKIAN!”
1. Pada tanggal 11 Februari 2013, peringatan liturgi Bunda Kita dari Lourdes, Hari Orang Sakit Sedunia ke-21 akan sungguh-sungguh dirayakan di tempat ziarah Maria Altötting. Hari ini mewakili bagi orang sakit, bagi pekerja perawatan kesehatan, bagi orang beriman dan bagi semua orang yang berkehendak baik "suatu saat istimewa untuk berdoa, berbagi, menanjatkan penderitaan seseorang demi kebaikan Gereja, dan suatu panggilan bagi semua orang untuk mengenali dalam sosok saudara dan saudari mereka yang menderita Wajah Kudus Kristus, yang, dengan penderitaan, kematian dan kebangkitan telah menyebabkan keselamatan umat manusia" (Yohanes Paulus II, Surat untuk Lembaga Hari Orang Sakit Sedunia, 13 Mei 1992, 3). Pada kesempatan ini saya merasa sangat dekat dengan Anda, sahabat-sahabat terkasih, yang berada di pusat-pusat perawatan kesehatan atau di rumah, sedang menjalani masa pencobaan karena sakit dan penderitaan. Semoga kalian semua akan ditopang oleh kata-kata menghibur para Bapa Konsili Vatikan II: "Kamu tidak sendirian, terpisah, ditinggalkan atau tidak berguna. Kamu telah dipanggil oleh Kristus serta adalah hidup dan rupa-Nya yang jelas" (Pesan bagi Orang Miskin, Sakit dan Menderita).
2. Maka untuk menemani Anda pada peziarahan rohani yang membawa kita dari Lourdes, sebuah tempat yang melambangkan harapan dan kasih karunia, ke tempat ziarah Altötting, saya ingin menganjurkan untuk refleksi Anda keteladanan sosok Orang Samaria yang Baik (bdk. Luk 10 :25-37). Perumpamaan Injil yang diceritakan oleh Santo Lukas merupakan bagian dari serangkaian adegan dan peristiwa yang diambil dari kehidupan sehari-hari di mana Yesus membantu kita untuk memahami kasih yang mendalam dari Allah bagi setiap manusia, terutama mereka yang menderita karena sakit. Dengan kata-kata penutup perumpamaan orang Samaria yang baik, "Pergilah dan perbuatlah demikian" (Luk 10:37), Tuhan juga menunjukkan sikap yang harus dimiliki oleh murid-murid-Nya terhadap orang lain, terutama mereka yang membutuhkan. Kita perlu untuk menarik dari kasih Allah yang tak terbatas, melalui hubungan yang giat dengan Dia dalam doa, kekuatan untuk menghidupi hari demi hari dengan perhatian nyata, seperti yang dilakukan orang Samaria yang baik, bagi mereka yang menderita dalam fisik dan jiwa yang meminta bantuan kita, apakah kita mengenal mereka atau tidak dan bagaimanapun miskinnya mereka. Hal ini benar, tidak hanya bagi pekerja pastoral atau perawatan kesehatan, tetapi untuk semua orang, bahkan untuk orang sakit itu sendiri, yang bisa mengalami keadaan ini dari perspektif iman : "Bukan dengan menghindari atau menyingkir dari penderitaan kita disembuhkan, melainkan oleh kemampuan kita untuk menerimanya, menjadi dewasa melaluinya dan menemukan makna melalui persatuan dengan Kristus, yang menderita dengan kasih yang tak terbatas" (Spe Salvi, 37).
3. Berbagai Bapa Gereja melihat Yesus sendiri dalam orang Samaria yang baik, dan pada orang yang jatuh ke tangan para penyamun mereka melihat Adam, kemanusiaan kita sesungguhnya yang terluka dan bingung karena dosa (bdk Origenes, Homili tentang Injil Lukas XXXIV, 1-9; Ambrosius, Komentar tentang Injil Santo Lukas, 71-84; Agustinus, Khotbah 171). Yesus adalah Putera Allah, seseorang yang menghadirkan kasih Bapa, suatu kasih yang setia, abadi dan tanpa batas. Tetapi Yesus juga orang yang menanggalkan kesetaraan-Nya, yang mengosongkan keadaan ilahi-Nya untuk menjadi sama dengan manusia (bdk. Flp 2:6-8), mendekat pada penderitaan manusia, bahkan sampai turun ke tempat penantian, seperti yang kita lafalkan dalam Syahadat, dengan tujuan membawa harapan dan terang. Dia tidak dengan dengki menjaga kesetaraan-Nya dengan Allah (bdk. Flp 2:6) namun, memenuhi dengan kasih sayang, Ia melihat ke dalam jurang penderitaan manusia sehingga dapat mencurahkan minyak penghiburan dan anggur harapan.
4. Tahun Iman yang kita merayakan adalah kesempatan yang tepat untuk mengintensifkan pelayanan amal di komunitas Gereja kita, sehingga kita masing-masing dapat menjadi orang Samaria yang baik bagi orang lain, bagi mereka yang dekat dengan kita. Di sini saya ingin mengingat angka-angka yang tak terhitung jumlahnya dalam sejarah Gereja yang membantu orang sakit untuk menghargai nilai rohani manusia dan penderitaan mereka, sehingga mereka bisa menjadi suatu teladan dan suatu pengobar semangat. Santa Teresia dari Kanak-kanak Yesus dan Wajah Kudus, "seorang ahli dalam amoris scientia" (Novo Millennio Ineunte, 42), mampu mengalami "dalam kesatuan yang mendalam dengan Sengsara Yesus" penyakit yang membawanya "kepada kematian melalui penderitaan agung" (Wejangan pada Audiensi Umum, 6 April 2011). Venerabilis Luigi Novarese, yang masih tinggal dalam kenangan banyak orang, melalui pelayanannya menyadarkan pentingnya secara khusus berdoa untuk dan dengan orang sakit dan menderita, dan ia sering menemani mereka ke tempat ziarah Bunda Maria, terutama ke Gua Lourdes. Raoul Follereau, tergerak oleh kasih terhadap sesama, mengabdikan hidupnya untuk merawat orang-orang yang terkena penyakit Hansen, bahkan pada rentang dunia yang terjauh, mempromosikan, di antara pemrakarsa lainnya, Hari Orang Kusta Sedunia. Beata Teresa dari Kalkuta akan selalu memulai harinya dengan suatu perjumpaan dengan Yesus dalam Ekaristi dan kemudian dia akan pergi ke jalan-jalan, rosario di tangan, untuk mencari dan melayani Tuhan dalam orang sakit, terutama dalam mereka "yang tidak diinginkan, tidak dikasihi, tidak terawat". Santa Anna Schaffer dari Mindelstetten, juga mampu mempersatukan dalam cara keteladanan penderitaannya kepada bagi orang-orang Kristus: "ranjang-sakitnya menjadi sel biaranya dan penderitaannya suatu pelayanan misi. Diperkuat oleh komuni harian, ia menjadi perantara tak kenal lelah dalam doa dan suatu cermin kasih Allah bagi banyak orang yang meminta nasihatnya" (Homili Kanonisasi, 21 Oktober 2012). Dalam Injil Santa Perawan Maria berdiri sebagai salah seorang yang mengikuti Putera-Nya yang menderita bagi pengorbanan tertinggi di Golgota. Dia tidak kehilangan harapan dalam kemenangan Allah atas kejahatan, kesakitan dan kematian, dan dia memahami bagaimana untuk menerima dalam satu-satunya pelukan iman dan kasih, Putera Allah yang lahir di kandang Betlehem dan mati di Salib. Kepercayaan teguh dalam kuasa Allah diterangi oleh kebangkitan Kristus, yang menawarkan harapan bagi penderitaan dan memperbaharui kepastian akan kedekatan dan penghiburan Tuhan.
5. Akhirnya, saya ingin menawarkan sebuah kata syukur dan dorongan yang menyejukkan bagi lembaga pelayanan kesehatan Katolik dan masyarakat sipil, bagi keuskupan dan komunitas Kristiani, bagi kongregasi religius yang terlibat dalam pelayanan pastoral orang sakit, bagi perhimpunan pekerja perawatan kesehatan dan bagi relawan. Semoga semuanya menyadari lebih penuh bahwa "saat ini Gereja menghidupi segi fundamental dari misinya dalam menerima setiap manusia dengan kasih dan kemurahan hati, terutama mereka yang lemah dan sakit" (Christifideles Laici, 38).
Saya mempercayakan Hari Orang Sakit Sedunia ke-21 ini kepada perantaraan Bunda Kita Segala Rahmat, yang dihormati di Altötting, karena dia selalu dapat menyertai mereka yang menderita dalam pencarian mereka untuk penghiburan dan harapan yang teguh. Semoga ia membantu semua orang yang terlibat dalam kerasulan belas kasih, sehingga mereka dapat menjadi orang Samaria yang baik untuk saudara dan saudari mereka yang dirundung penyakit dan penderitaan. Untuk semua saya memberi dari hati yang terdalam Berkat Apostolik saya.
Dari Vatikan, 2 Januari 2013
Benediktus XVI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar