SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2016
HIDUP PANTANG MENYERAH
Kepada para Pastor, Biarawan-Biarawati dan segenap Umat Katolik Keuskupan Agung Makassar: Salam sejahtera dalam Kristus Yesus, Tuhan kita, yang "senantiasa mengasihi murid-murid-Nya... sampai pada kesudahannya" (Yoh. 13:1). Lingkaran 5-tahunan gerakan APP Nasional 2012-2016 mengangkat tema besar "Mewujudkan Hidup Sejahtera". Sub tema terakhir pada tahun 2016 ini berkisar pada "Hidup Pantang Menyerah". Di bawah ini kita ingin merenungkan topik ini dengan berpangkal dari Kitab Suci sebagai sabda Allah.
01.Manusia Diciptakan menurut Gambar dan Rupa Allah
Kej. 1:27 menegaskan bahwa, "Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya (bahasa Ibrani: selem)". Sedangkan ayat 26 menyatakan, manusia diciptakan "menurut gambar dan rupa (demut)" Allah. Ini penting diperhatikan. Kata selem berarti copy yang persis sama dengan aslinya, reproduksi: sedangkan demut berarti serupa, mirip. Jadi gambaran antropomorfistis dalam ayat 27 diperhalus dalam ayat 26, dengan tambahan bahwa manusia diciptakan menurut "rupa" Allah. Ciri keserupaan manusia dengan Allah itu selanjutnya dijelaskan dalam ayat 26: "supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara, dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi". Kemahakuasaan Allah pertama-tama dikaitkan dengan kenyataan bahwa. Dialah Pencipta langit dan bumi dan segala isinya. Sebagai Pencipta, Ia terus-menerus bekerja memelihara ciptaan-Nya: sekali Ia berlepas tangan, segala sesuatu akan hilang ke dalam ketiadaan. ltulah kiranya yang dimaksudkan Yesus ketika Dia menegaskan: "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga" (Yoh. 5:17). Sebagai kesimpulannya, sebagai gambar dan rupa Allah, manusia juga harus terus-menerus bekerja tanpa henti.
Selanjutnya, perlu diperhatikan bahwa setiap kali satu tahap penciptaan selesai, ditegaskan: "Allah melihat bahwa semuanya itu balk" (Kej. 1:4.10.12.18.21.25.31). Allah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dalam keadaan balk. Dan Allah sendiri tidak pernah akan merusak ciptaan-Nya yang balk itu, melainkan terus memeliharanya. Kesimpulannya jelas, kekuasaan yang diberikan kepada manusia sebagai "gambar dan rupa" Allah tidaklah berarti bahwa manusia boleh menggunakan kekuasaan tersebut secara semena-mena untuk merusak alam ciptaan. Sebagai gambar dan rupa Allah, manusia berkewajiban menjaga dan memelihara alam ciptaan terus-menerus. Hal ini menjadi lebih jelas dalam kisah taman Eden.
02. Taman Eden
Apa tujuan Allah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya, yang memuncak pada penciptaan manusia? Tentulah bukan untuk kepentingan Allah sendiri. Mengapa? Sebab Allah itu Mahasempurna. la tidak memerlukan apa pun dari luar diriNya. Jadi apa sesungguhnya tujuan penciptaan? Jawaban atas pertanyaan ini ditemukan dalam kisah taman Eden (Kej. 2:8-25): untuk membahagiakan manusia sebagai puncak ciptaan. Kej. 2:7 mengatakan: "Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup".
"Selanjutnya Tuhan Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur; di situlah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu. Lalu Tuhan Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan balk untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu" (Kej. 2:8-9). Sebagai "gambar dan rupa" Allah tentu saja manusia tidak dapat hanya duduk bermalas-malas di taman Eden. Sebagaimana Allah sendiri terus bekerja, manusia jugs harus terus bekerja "mengusahakan dan memelihara taman itu" (ayat 15).
Di taman Eden itu Tuhan Allah membentuk dari tanah segala ternak (ayat 20), binatang hutan dan burung-burung di udara (ayat 19.20). Di taman Eden pulalah Tuhan Allah menjadikan penolong bagi manusia itu, yang sepadan dengan dia: "Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk daripadanya ... Dan dari rusuk itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: Inilah dia tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. la akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki’. Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging- (ayat 21-24). Jadi lembaga keluarga sebagai ikatan cinta kasih suci antara suami-isteri sudah ditegakkan Allah sendiri sejak awal mula. Berdasarkan ketetapan sejak semula ini, Yesus Kristus kemudian menegaskan "Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia" (Mat. 19:6; Mrk. 10:9). Keluarga manusia pertama itu hidup berbahagia di taman Eden. karena mereka berada dalam hubungan akrab dengan Tuhan Allah. Tuhan Allah digambarkan sering "berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk" (Kej. 3:8).
03. Akibat Dosa
Sebagai "gambar dan rupa" Allah, manusia tidak dapat tidak harus tetap dalam ikatan ketergantungan pada Allah. Sebuah reproduksi tidak dapat berubah menjadi yang asli. Tetapi itulah yang terjadi dengan kisah kejatuhan manusia (Kej. 3): Manusia tidak tunduk kepada Alla; ia melepaskan ketergantungannya pada Allah, dan mau menjadi Allah sendiri. Sebagai akibatnya, rencana asli penciptanya ditunggangbalikkan: kisah kebahagiaan (di taman Eden) menjadi kisah penderitaan, sejarah keselamatan menjadi sejarah kemalangan.
Hal pertama yang ditemukan Adam, si pendosa, ialah bahwa ia telanjang (3:7.10-11). Apa yang sampai saat itu hanya bersifat simbol, kini menjadi pemisahan. Ketika ditanya Allah, Adam mempersalahkan isterinya dan. dengan demikian menjauhkan diri daripadanya (3:12). Allah kemudian memberitahu mereka bahwa kesatuan mereka (sebagai "satu daging'') telah rusak; relasi mereka akan dikuasai oleh kekuatan naluri atau nafsu, oleh iri hati dan dominasi; dan buah cinta mereka (anak) hanya akan diberikan kepada mereka dengan sangat kesakitan waktu melahirkan (3:16). Bab-bab selanjutnya dari kitab Kejadian memperlihatkan betapa pemisahan pasutri/keluarga pertama ini berpengaruh pada segala macam ikatan sosial; antara Kain dan Habel, saudara sekandung yang bermusuhan (Kej. 4), dan di kalangan penduduk Babel yang tak lagi saling mengerti satu sama lain (Kej. 11:1-9).Sejarah agama merupakan sebuah rentang kusut jaringan perpecahan, silih bergantinya perang antar suku dan bangsa, antara kelompok dalam satu bangsa, antara yang kaya dan yang miskin.
Dosa tidak hanya merusak relasi antar manusia. Dosa membawa pula pengaruh pada hubungan manusia dengan alam. Akibat dosa Adam, untuk selanjutnya tanah menjadi terkutuk. Manusia akan memperoleh makanannya tidak lagi sebagai buah spontan bumi, melainkan sebagai hasil jerih payah dengan berpeluh (Kej. 3:17-19). Ciptaan lalu ditaklukkan kepada kesia-siaan (Rom. 8:20); ganti tunduk dengan rela, ia memberontak melawan manusia.
Akibat lebih parah dari dosa ialah putusnya hubungan akrab antara manusia dengan Allah, yang dilambangkan dengan pengusiran manusia dari taman Eden (Kej. 3:22-24). Sebagai konsekwensi putusnya hubungan dengan Allah ini, manusia diserahkan kepada kematian yang menakutkan (maut). "Dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil" (3:19). Ganti menerima kehidupan ilahi sebagai anugerah ("Tuhan Allah ... menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya", Kej. 2:7), Adam membuang hidup ilahi itu, dan mau menjadi seorang allah dengan makan buah pohon terlarang (tidak tunduk kepada Allah). Akibat ketidaktaatan ini, manusia menghancurkan sumber hidupnya. Kematian yang seharusnya hanya merupakan peralihan spontan kepada Allah, kini tidak lagi berupa gejala kodrati (biologis) semata. Kini kematian itu menjadi pengalaman fatal, menandakan penghukuman, kematian abadi. Dengan menolak hukum batin, yang merupakan kehadiran ilahi dalam dirinya, manusia diserahkan kepada dirinya sendiri, kepada otonominya yang salah. Sejarah mencatat kegagalan‑kegagalan berulang kali dari orang-orang yang menyangka dapat menyamai Allah dan kemudian hanya berjumpa dengan kematian, berupa maut yang menakutkan.
04.Dipulihkan dan Disempurnakan dalam Kristus
Kendati berdosa, ternyata manusia tidak pernah ditinggalkan sama sekali oleh Allah. Dosa manusia tidak membatalkan sama sekali rencana penyelamatan Allah. Karya penyelamatan Allah yang berlanjut itu memuncak dalam peristiwa penebusan oleh Yesus Kristus. "Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga la telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia" (Yoh. 3: 16- 17). Dia, Sang Sabda yang ada bersama-sama dengan Allah dan adalah Allah (Yoh. 1:1) telah menjelma "menjadi manusia, dan diam di antara kita" (Yoh. 1:14); Dia menjadi lmanuel, Allah-beserta-kita (Mat. 1:23). Dalam Yesus Kristus, Allah yang jauh akibat dosa manusia menjadi Allah yang sungguh dekat, menjadi solider dengan manusia dalam arti sepenuh-penuhnya. Dia menjadi sama dengan kita dalam segala hal, Dia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa (lbr. 4:15). Sama seperti setiap manusia. Dia dilahirkan, bertumbuh menjadi besar dalam keluarga, bekerja sebagai tukang kayu untuk mencari nafkah, mengalami berbagai tantangan dan kesulitan dalan hidup-Nya.
Bahkan ketika usia-Nya baru sekitar 33 tahun, Dia sudah harus mengalami kematian mengerikan di atas salib, yang pada zaman itu hanya dijatuhkan pada penjahat kaliber berat. Tetapi menurut Kitab Suci itulah misteri penebusan. Kristuslah "yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga la yang Iebih utama dalam segala sesuatu. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia (Allah) memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, balk yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia (Allah) mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus" (Kol. 1:18- 20).
Misteri penebusan (pendamaian) pada salib Kristus itu memuat dua aspek hakiki. Pertama, dalam hubungan dengan Allah (Bapa), kematian Yesus di atas salib merupakan ungkapan ketaatan total Yesus kepada Bapa-Nya: "Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini daripadaKu, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, .melainkan apa yang Engkau kehendaki" (Mrk. 14:36; Mat. 26:39; Luk. 22:42). Sikap gambar Allah yang sejati ini (Kol. 1:15) bertolak belakang dengan sikap Adam lama yang tidak taat pada Allah.
Aspek hakiki kedua, dalam hubungan dengan manusia, kematian Yesus di salib merupakan pernyataan kasih tanpa batas. "Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya" (Yoh.15:13). Kasih sejati memang menuntut pengorbanan.
Pemisahan-pemisahan akibat dosa diatasi dengan kasih Kristus. "Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus" (Gal. 3:28). Ya, akibat dosa perbedaan antara pria dan wanita telah menjadi konflik; perceraian suami dan isteri menjalar ke perpecahan sosial dan rasial. Tetapi ketika menemukan kembali keutuhannya dalam Kristus, manusia dapat menguasai situasi manusiawi; kebebasan atau perhambaan, perkawinan atau keperawanan (1 Kor. 7), masing-masing mempunyai makna dan nilainya dalam Kristus Yesus. Kekacauan bahasa-bahasa yang melambangkan pemisahan dan perpecahan antar manusia diatasi oleh bahasa Roh yang diberikan secara pasti oleh Kristus. Belas kasih ini mengungkapkan din melalui beragam kharisma untuk kemuliaan Bapa.
Akhirnya, menyangkut hubungan manusia dengan alam ciptaan yang dirusak oleh dosa, dipulihkan dan diperbaharui dalam Kristus. Seluruh ciptaan, yang kendati takluk kepada kesia-siaan dan sampai hari ini sama-sama mengeluh dan samasama merasa sakit bersalin, masih memiliki pengharapan akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan, untuk masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah. Jika, karena dosa, pekerjaan tetap merupakan beban, is telah diberi nilai baru dengan pengharapan akan diubah ke dalam kemuliaan akhir (Rom. 8:18-30). Dan ketika musuh terakhir, yaitu maut, dihancurkan, Putera akan menyerahkan kembali kerajaan-Nya kepada Allah Bapa dan dengan demikian Allah menjadi semua di dalam semua (1 Kor. 15: 24-28).
Singkatnya, penebusan dan penyelamatan dalam Kristus sudah dan sedang berlangsung. Namun pemenuhannya baru akan terlaksana pada akhir zaman. Dengan harapan teguh dalam iman, kita menantikan secara aktif pemenuhan itu.
05.Memperjuangkan Kesejahteraan Tanpa Henti
Kembalilah kita sekarang kepada tema APP Nasional 2016: "Hidup Pantang Menyerah" dalam memperjuangkan kesejahteraan. Tentu saja bagi kita orang Kristiani satu-satunya dasar dan sekaligus contoh utama dalam perjuangan seperti itu ialah Yesus Kristus. Tiada seorang pun pendiri agama, selain Yesus, yang dapat berkata: "Aku telah memberikan teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat" (Yoh. 13:15). Pendiri agama lainnya hanya mampu berkata, "Ini hukum atau perintah dari Yang Maha Tinggi (Allah), pelajari dan laksanakanlah". Manakah teladan utama yang telah diberikan Yesus? lni: "Supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu" (Yoh. 15:12). Bagaimana Yesus telah mengasihi kita? Sampai sehabis-habisnya hingga mati di atas salib! "Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabatsahabatnya" (Yoh. 15:13). Yesus setia hingga akhir dalam melaksanakan misi-Nya. Kita sering mendengar nasehat orang bijak: "Kegagalan adalah awal dari sukses". Yesus menjadi saksi utama kebenaran ucapan ini: kegagalan salib membawa sukses (kemuliaan kebangkitan). Yesus mengingatkan: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku" (Mrk. 8:34).
Selanjutnya seorang Kristiani tidak pernah boleh berputus asa dan berhenti berjuang. Seorang Kristiani harus selalu memiliki harapan. la tidak pernah boleh melupakan bahwa penyelamatan dalam Kristus, yang di dalamnya dia terpanggil mengambil bagian, pemenuhannya baru akan terlaksana pada akhir zaman. Henri Nouwen menegaskan bahwa seorang Kristiani tidak pernah boleh menjadikan hasil-hasil konkret sebagai motif utama kegiatan-kegiatannya dalam kehidupan. Sesungguhnya hidup setiap orang penuh dengan keinginan. Namun pada kenyataannya lebih sering keinginan-keinginan itu tidak terpenuhi, dan karenanya seseorang terus berada dalam bahaya dikecewakan, sakit hati, marah atau tidak peduli; akhirnya dia merasa entah di mana dan bagaimana dia telah dihianati. Hanya dengan perspektif harapan seseorang dapat mengalahkan sikap konkretisme ini. Gabril Marcel menjelaskan bahwa apa yang oleh banyak orang disebut harapan sebetulnya adalah suatu bentuk dari cara berpikir agar apa yang diinginkan terpenuhi. Harapan tidak terarah kepada pemberian (baca: hasil konkret), melainkan kepada Dia yang memberikan segala sesuatu yang baik. Kita menginginkan sesuatu, tetapi kita berharap pada. Oleh karena itu yang paling hakiki bagi harapan adalah bahwa orang tidak menuntut jaminan, tidak menetapkan sejumlah syarat untuk tindakannya, tidak meminta tanggungan, tetapi menantikan segala sesuatu dari yang lain tanpa memberi batas pada kepercayaannya.
Satu contoh besar dalam hal ini ialah sosok Martin Luther King, pejuang hak-hak sipil kaum Negro di Amerika Serikat. Dia mendorong kaumnya untuk memperjuangkan hak-hak yang sangat konkret, tempat yang sama di bis dan restoran, hak yang sama dalam Pemilu. Namun dalam pada itu dia tidak pernah menganggap semua itu sebagai nilai yang paling akhir. la selalu melihat lebih jauh daripada hasil-hasil konkret perjuangannya, yaitu masalah lebih besar yang tersangkut: kemerdekaan penuh seorang pribadi. Dan dia bahkan menjadi korban perjuangannya tanpa kekerasan, mati ditembak, tanpa sempat melihat hasil konkret perjuangannya. Martin Luther King adalah seorang Kristiani yang mengalami nasib serupa dengan Yesus. Baru sekitar setengah abad kemudian hasil perjuangannya memuncak secara simbolis dan nyata dengan terpilihnya Barack Obama, seorang peranakan Negro, menjadi Presiden AS pada tahun 2008.
Selamat menjalani Masa Prapaskah, sambil mendasarkan diri pada dan meneladan Yesus Kristus Tuhan kita, yang dengan tekun, ulet, sabar dan setia hingga akhir dalam karya penyelamatan umat manusia!
Makassar, 25 Januari 2016:
Pesta Bertobatnya S. Paulus
+ John Liku-Ada'
Uskup Agung Makassar
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus