(Alih bahasa oleh Peter Suriadi)
"Teguhkanlah hatimu" (Yak 5:8)
Saudara dan saudari terkasih,
Masa Prapaskah adalah masa pembaharuan bagi seluruh Gereja, bagi masing-masing jemaat dan setiap orang percaya. Terutama itu adalah "waktu rahmat" (2 Kor 6:2). Allah tidak meminta kita apa pun yang tidak lebih dulu Ia berikan sendiri kepada kita. "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita" (1 Yoh 4:19). Ia tidak jauh dari kita. Masing-masing orang memiliki sebuah tempat dalam hati-Nya. Ia mengenal kita dengan nama, Ia memperdulikan kita dan Ia mencari-cari kita setiap kali kita berpaling daripada-Nya. Ia tertarik pada kita masing-masing; kasih-Nya tidak memungkinkan-Nya acuh tak acuh terhadap apa yang terjadi pada kita. Biasanya, ketika kita sehat dan nyaman, kita lupa tentang orang lain (sesuatu yang tidak pernah dilakukan Allah Bapa): kita tidak peduli dengan masalah-masalah mereka, penderitaan-penderitaan mereka dan ketidakadilan-ketidakadilan yang mereka alami ... Hati kita menjadi dingin. Selama saya relatif sehat dan nyaman, saya tidak berpikir tentang orang-orang yang kurang mampu tersebut. Hari ini, sikap egoistis ketidakpedulian ini telah mengambil proporsi global, sampai-sampai kita bisa berbicara tentang globalisasi ketidakpedulian. Ini adalah sebuah masalah yang kita, sebagai orang-orang Kristiani, harus hadapi.
Ketika umat Allah bertobat kepada kasih-Nya, mereka menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang terus ditimbulkan sejarah. Salah satu tantangan yang paling mendesak yang ingin saya sampaikan dalam Pesan ini justru adalah globalisasi ketidakpedulian.
Ketidakpedulian terhadap sesama dan terhadap Allah juga mewakili sebuah godaan nyata bagi kita orang-orang Kristiani. Setiap tahun selama Masa Prapaskah kita perlu mendengarkan sekali lagi suara para nabi yang menjerit dan mengganggu hati nurani kita.
Allah tidak acuh tak acuh terhadap dunia kita; Ia begitu mengasihinya sehingga Ia memberikan Putra-Nya untuk keselamatan kita. Dalam penjelmaan, dalam kehidupan duniawi, kematian, dan kebangkitan Putra Allah, pintu gerbang antara Allah dan manusia, antara surga dan bumi, terbuka sekali lahi bagi semua orang. Gereja seperti tangan membuka gerbang ini, berkat pemberitaan sabda Allahnya, perayaan sakramen-sakramennya dan kesaksian imannya yang bekerja melalui kasih (bdk. Gal 5:6). Tetapi dunia cenderung menarik diri ke dalam dirinya sendiri dan menutup pintu yang melaluinya Allah datang ke dalam dunia dan dunia datang kepada-Nya. Oleh karena itu tangan, yang adalah Gereja, tidak pernah terkejut jika ditolak, ditindas dan dilukai.
Maka, umat Allah memerlukan pembaharuan batin ini, jangan sampai kita menjadi acuh tak acuh dan menarik diri ke dalam diri kita sendiri. Untuk pembaharuan ini selanjutnya, saya ingin mengusulkan untuk refleksi kita tiga teks biblis.
1. "Jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita" (1 Kor 12:26) - Gereja
Kasih Allah menerobos bahwa penarikan fatal ke dalam diri kita sendiri itu yang merupakan ketidakpedulian. Gereja menawarkan kita kasih Allah ini dengan pengajarannya dan terutama dengan kesaksiannya. Tetapi kita hanya bisa menjadi saksi apa yang kita sendiri alami. Orang-orang Kristiani adalah mereka yang membiarkan Allah memberi mereka pakaian dengan kebaikan dan belas kasih, dengan Kristus, sehingga menjadi, seperti Kristus, hamba-hamba Allah dan orang lain. Hal ini jelas terlihat dalam liturgi Kamis Putih, dengan ritual pembasuhan kakinya. Petrus tidak mau Yesus membasuh kakinya, tetapi ia menyadari bahwa Yesus tidak ingin menjadi hanya sebuah contoh bagaimana kita harus saling mencuci kaki. Hanya mereka yang telah lebih dahulu mengizinkan Yesus membasuh kaki mereka kemudian dapat menawarkan pelayanan ini kepada orang lain. Hanya mereka yang memiliki "bagian" dengan Dia (Yoh 13:8) dan dengan demikian dapat melayani orang lain.
Masa Prapaskah adalah waktu yang menguntungkan untuk membiarkan Kristus melayani kita sehingga kita pada gilirannya dapat menjadi semakin seperti Dia. Hal ini terjadi setiap kali kita mendengarkan sabda Allah dan menerima sakramen-sakramen, terutama Ekaristi. Di sana kita menjadi apa yang kita terima: Tubuh Kristus. Di dalam tubuh ini tidak ada ruang untuk ketidakpedulian yang begitu sering tampaknya dimiliki hati kita. Sebab barangsiapa milik Kristus, milik satu tubuh, dan di dalam Dia kita tidak bisa saling acuh tak acuh. "Jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita" (1 Kor 12:26).
Gereja adalah communio sanctorum bukan hanya karena orang-orang kudusnya, tetapi juga karena ia adalah sebuah persekutuan dalam hal-hal kudus: kasih Allah dinyatakan kepada kita di dalam Kristus dan semua karunia-Nya. Di antara karunia-karunia tersebut ada juga tanggapan dari orang-orang yang membiarkan diri mereka tersentuh oleh kasih ini. Dalam persekutuan para kudus ini, dalam berbagi dalam hal-hal kudus ini, tidak seorang pun yang memiliki apa-apa sendiri saja, tetapi berbagi segalanya dengan orang lain. Dan karena kita dipersatukan dalam Allah, kita bisa melakukan sesuatu bagi mereka yang jauh, mereka yang kepadanya kita sendiri tidak pernah bisa capai, karena bersama mereka dan bagi mereka, kita meminta Allah agar kita semua sudi terbuka terhadap rencana keselamatan-Nya.
2. "Di mana adikmu?" (Kej 4:9) - Paroki-paroki dan Jemaat-jemaat
Semua yang telah kita katakan tentang Gereja universal kini harus diterapkan pada kehidupan paroki-paroki dan jemaat-jemaat kita. Apakah struktur gerejawi ini memungkinkan kita mengalami menjadi bagian dari satu tubuh? Tubuh yang menerima dan berbagi apa yang Allah ingin berikan? Tubuh yang mengakui dan peduli pada anggota-anggotanya yang paling lemah, paling miskin dan paling tidak penting? Atau apakah kita berlindung dalam kasih universal yang akan merangkul seluruh dunia, sementara gagal untuk melihat Lazarus duduk di depan pintu-pintu tertutup kita (Luk 16:19-31)?
Dalam rangka untuk menerima apa yang Allah berikan kepada kita dan untuk membuatnya berbuah melimpah, kita harus menekan melampaui batas-batas Gereja yang kelihatan dalam dua cara.
Pertama, dengan mempersatukan diri dalam doa bersama Gereja di surga. Doa-doa Gereja di bumi membangun sebuah persekutuan pelayanan dan kebaikan yang saling menguntungkan yang mencapai ke dalam pandangan Allah. Bersama dengan para kudus yang telah menemukan pemenuhan mereka di dalam Allah, kita menjadi bagian dari persekutuan yang di dalamnya ketidakpedulian ditaklukkan oleh kasih. Gereja di surga tidak berjaya karena ia telah berpaling pada penderitaan-penderitaan dunia dan bersukacita dalam semaraknya keterasingan. Sebaliknya, para kudus yang sudah sukacita merenungkan fakta bahwa, melalui kematian dan kebangkitan Yesus, mereka telah berjaya segera sesudahnya dan atas seluruh ketidakpedulian, kekerasan hati dan kebencian. Hingga kemenangan kasih ini menembus seluruh dunia, para kudus terus menyertai kita pada jalan perziarahan kita. Santa Teresia dari Lisieux, seorang pujangga Gereja, mengungkapkan keyakinannya bahwa sukacita di surga atas kemenangan kasih yang tersalib tetap tidak sempurna selama masih ada satu orang laki-laki atau perempuan di bumi yang menderita dan berteriak kesakitan: "Aku percaya sepenuhnya bahwa aku tidak akan tinggal diam di surga, keinginanku adalah terus berkarya bagi Gereja dan bagi jiwa-jiwa" (Surat 254, 14 Juli 1897).
Kita berbagi dalam pahala dan sukacita para kudus, bahkan ketika mereka berbagi dalam pergumulan kita dan kerinduan kita akan perdamaian dan rekonsiliasi. Sukacita mereka dalam kemenangan Kristus yang bangkit memberi kita kekuatan ketika kita berusaha untuk mengatasi ketidakpedulian dan kekerasan hati kita.
Kedua, setiap jemaat Kristiani dipanggil untuk pergi keluar dari dirinya sendiri dan untuk terlibat dalam kehidupan masyarakat yang lebih besar yang ia adalah bagiannya, terutama dengan orang-orang miskin dan orang-orang yang jauh. Gereja bersifat misioner pada hakikatnya sesungguhnya; ia tidak tertutup pada dirinya sendiri tetapi diutus kepada setiap negara dan bangsa.
Misinya adalah untuk memberikan kesaksian yang sabar bagi Dia yang ingin menarik semua ciptaan dan setiap laki-laki dan perempuan kepada Bapa. Misinya adalah untuk membawa kepada semua orang kasih yang tidak bisa tinggal diam. Gereja mengikuti Yesus Kristus di sepanjang jalan yang mengarah kepada setiap laki-laki dan perempuan, hingga ke ujung bumi (Kis 1:8). Dalam setiap sesama kita, lalu, kita harus melihat seorang saudara atau saudari yang baginya Kristus telah wafat dan bangkit kembali. Apa yang kita sendiri telah terima, kita telah terima untuk mereka juga. Demikian pula, semua yang saudara dan saudari kita miliki adalah sebuah karunia bagi Gereja dan bagi seluruh umat manusia.
Saudara dan saudari saya yang terkasih, betapa saya ingin agar semua tempat-tempat tersebut di mana Gereja hadir, khususnya paroki-paroki kita dan jemaat-jemaat kita, bisa menjadi pulau rahmat di tengah-tengah lautan ketidakpedulian!
3. "Teguhkanlah hatimu!" (Yak 5:8) - Orang-orang Kristiani secara perorangan
Sebagai perorangan juga, kita telah tergoda oleh ketidakpedulian. Dibanjiri kabar berita dan gambar mengganggu penderitaan manusia, kita sering merasakan lengkapnya ketidakmampuan kita untuk membantu. Apa yang bisa kita lakukan untuk menghindari terjebak dalam pilinan kesusahan dan ketidakberdayaan ini?
Pertama, kita bisa berdoa dalam persekutuan dengan Gereja di bumi dan di surga. Janganlah kita meremehkan kekuatan begitu banyak suara yang bersatu dalam doa! 24 jam bagi prakarsa Tuhan, yang saya harapkan akan dirayakan pada 13-14 Maret 2015 di seluruh Gereja, juga di tingkat keuskupan, yang dimaksudkan untuk menjadi sebuah tanda kebutuhan doa ini.
Kedua, kita dapat membantu dengan tindakan-tindakan amal, menjangkau baik yang dekat maupun yang jauh melalui banyak organisasi amal Gereja. Masa Prapaskah adalah waktu yang menguntungkan untuk menunjukkan keprihatinan untuk orang lain ini dengan tanda-tanda kecil dan nyata terhadap kepemilikan satu keluarga manusia.
Ketiga, penderitaan orang lain adalah panggilan untuk pertobatan, karena kebutuhan mereka mengingatkan saya pada ketidakpastian hidup saya sendiri dan ketergantungan saya pada Allah dan saudara dan saudariku. Jika kita dengan rendah hati memohon rahmat Allah dan menerima keterbatasan-keterbatasan kita sendiri, kita akan percaya pada kemungkinan tak terbatas yang kasih Tuhan ulurkan kepada kita. Kita juga akan dapat menahan godaan setan berpikir bahwa dengan usaha kita sendiri kita dapat menyelamatkan dunia dan diri kita sendiri.
Sebagai sebuah cara untuk mengatasi ketidakpedulian dan tuntutan-tuntutan untuk kecukupan diri, saya akan mengajak semua orang untuk menjalani Masa Prapaskah ini sebagai sebuah kesempatan untuk terlibat dalam apa yang disebut oleh Benediktus XVI sebuah formasi hati (bdk. Deus Caritas Est, 31). Hati yang penuh belas kasihan bukan berarti hati yang lemah. Siapa pun yang ingin bermurah hati harus memiliki hati yang kuat dan teguh, tertutup bagi si penggoda tetapi terbuka bagi Allah. Hati yang memungkinkan dirinya ditikam oleh Roh agar supaya membawa kasih di sepanjang jalan yang mengarah kepada saudara dan saudari kita. Dan, pada akhirnya, hati yang miskin, hati yang menyadari kemiskinannya sendiri dan memberikan dirinya secara cuma-cuma bagi orang lain.
Selama Masa Prapaskah ini, maka, saudara dan saudari, marilah kita semua memohon kepada Tuhan: "Fac cor nostrum secundum cor tuum" : Jadikanlah hati kami seperti hati-Mu (Litani Hati Kudus Yesus). Dengan jalan ini kita akan menerima hati yang teguh dan penuh belas kasihan, penuh perhatian dan murah hati, hati yang tidak tertutup, acuh tak acuh atau mangsa bagi globalisasi ketidakpedulian.
Ini adalah harapan saya yang penuh doa sehingga Masa Prapaskah ini akan membuktikan secara rohani berbuah bagi setiap orang percaya dan setiap jemaat gerejani. Saya meminta Anda semua untuk mendoakan saya. Semoga Tuhan memberkati Anda dan Bunda Maria menjaga Anda.
Dari Vatikan, 4 Oktober 2014
Pesta Santo Fransiskus dari Asisi
FRANSISKUS PP.
Inilah salah satu bentuk pewartaan, trims tonny, da
BalasHapusInilah salah satu bentuk pewartaan, trims tonny, da
BalasHapusSama2 Pak Nico
Hapus