“HIDUPLAH SEBAGAI SAHABAT BAGI SEMUA ORANG”
(bdk. Yohanes 15:14-15)
(bdk. Yohanes 15:14-15)
Dengan penuh sukacita, kita merayakan pesta kelahiran Tuhan
kita Yesus Kristus, Raja Damai, yang datang untuk “merubuhkan tembok pemisah,
yakni perseteruan” (Ef 2:14) yang memecah-belah umat manusia. Sambil merayakan
Natal, dengan penuh sukacita dan syukur, kita juga mengenangkan 74 tahun
kemerdekaan Indonesia sebagai buah dari rahmat Ilahi Sebagaimana dikatakan
dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai umat Kristen kita percaya bahwa Tuhan Y.M.E
ikut berperan dalam perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaannya. Kita
juga percaya bahwa sejarah bangsa Indonesia merupakan bagian dari sejarah
perjumpaan antara manusia dan pencipta-Nya.
Bangsa Indonesia memiliki sejarah panjang dalam perjalanan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Bangsa yang terdiri atas macam-macam suku,
budaya serta keyakinan ini telah lama berjuang untuk merebut kemerdekaan dan
merajut kehidupan bersama. Berbagai macam ujian harus dilaluinya. Di satu
pihak, persatuan bangsa dipersulit oleh penjajahan yang bermaksud melemahkan
kita dengan politik memecah-belah dan menguasai, yang dikenal sebagai politik divide
et impera. Di lain pihak, di antara para Bapak Bangsa kita sendiri terjadi
proses tarik-menarik beraneka ragam gagasan, keyakinan dan kepentingan
kelompok. Syukurlah, pada akhirnya semua perbedaan yang ada tidak menghalangi
para Bapak Bangsa kita untuk memerdekakan negeri ini dan membentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang disatukan oleh prinsip Bhinneka Tunggal Ika,
berbeda-beda namun tetap satu. Kesamaan cita-cita luhur membuat mereka mampu
melampaui sekat-sekat perbedaan yang ada.
Dalam Pembukaan Injil Yohanes dimaklumkan bahwa Allah
berkenan masuk ke dalam sejarah manusia dan menjadi bagian darinya. Firman
Allah telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita (Yoh 1:14).
Kedatangan-Nya bertujuan untuk mengubah manusia dan memberi dia hidup baru.
Penjelmaan Allah menjadi manusia merupakan prinsip yang amat hakiki dalam
memaknai perjumpaan manusia dengan Tuhan dalam sejarah.
Menurut Injil Yohanes, cinta Allah yang begitu besar telah
menggerakkan-Nya untuk memberikan diri-Nya bagi dunia (3:16). Dengan memakai
kiasan terang dan gelap yang kontradiktif itu, kedatangan Sang Firman
digambarkan sebagai kedatangan Terang Sejati (1:4-5) yang datang untuk
menyinari dunia yang ada dalam bayang-bayang kegelapan. Kegelapan itu nyata
dalam berbagai wujud, seperti kebencian dan kekerasan. Masa Natal yang agung
harus menjadi kesempatan bagi umat Kristen untuk merenungkan bagaimana kita
harus menyambut serta menghayati kehadiran Tuhan yang ingin mengubah kegelapan
menjadi terang, kebencian menjadi kasih, dan menerima perbedaan dengan sikap
saling menghormati.
Ditilik dari segi historis, pesan cinta kasih yang ingin
disampaikan oleh Injil Yohanes tampak jelas mengingat pada waktu itu komunitas
Kristiani dalam lingkungan Yohanes berada dalam persimpangan jalan untuk
berpisah dari Agama Yahudi, rahim yang melahirkannya. Di satu sisi, para
pemimpin agama mengucilkan saudara-saudara mereka sendiri yang menjadi Pengikut
Kristus. Hal itu tersirat dalam kisah penyembuhan orang buta yang dikeluarkan
dari sinagoga (9:22). Di sisi lain, ada tanda-tanda yang menyiratkan bahwa
dalam komunitas orang Kristen sendiri telah terjadi perselisihan mengenai
identitas diri yang membahayakan persatuan mereka.
Di tengah bahaya perpecahan tersebut,umat Kristiani
diingatkan pada teladan cinta kasih Yesus, yang menginspirasi mereka untuk
saling merendahkan diri dan saling melayani. Menurut Yohanes 13:16-17, Yesus
yang adalah Tuhan Guru, rela mencuci kaki para muridNya sebagai lambang
kerendahan hati dan pelayanan-Nya yang tidak mengenal batas. Injil Yohanes
memotret Sang Guru Agung sebagai sosok sahabat yang menyerukan pesan cinta
kasih (15:14). Ia memperlakukan mereka yang mempraktikkan cinta kasih sebagai
sahabat-sahabat-Nya sendiri. Relasi antara Guru dan murid, antara Tuan dan
hamba, yang mengandung jarak dan kesenjangan, diubah menjadi relasi
timbal-balik yang mengangkat harkat dan martabat manusia. Dalam relasi semacam
itu, terkuak ruang-ruang baru bagi berkembangnya nilai-nilai luhur perdamaian,
kerukunan, dan pengertian. Kendati Yesus berbicara kepada para murid-Nya dalam
lingkaran yang terbatas pada zaman mereka, namun relasi persahabatan yang
diajarkan dan dihidupi-Nya itu bisa memberi inspirasi bagi kita di zaman ini.
Apa yang dilakukan Yesus mengilhami kita untuk memperkuat dan merawat
persaudaraan, serta persahabatan dalam kehidupan bangsa kita.
Merayakan Natal dalam terang kehadiran Ilahi yang menawarkan
persahabatan berlandaskan cinta kasih merupakan panggilan bagi kita untuk
keluar dari sekat-sekat suku, budaya, agama, dan lain-lain. Bagi umat Kristiani
panggilan tersebut merupakan suatu panggilan untuk menjadi murid sejati, yang
mempraktikkan cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari bersama keluarga, Gereja,
dan masyarakat. Pesan Natal 2019 adalah pesan persahabatan yang membawa kita
kembali kepada sejarah bersama bangsa Indonesia, cita-cita bersamanya, dan
perjuangan bersama bagi kemanusiaan, bagi Indonesia yang bermartabat.
SELAMAT NATAL 2019 DAN TAHUN BARU 2020
Atas nama :
Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pdt. Dr
Henriette, T . Hutabarat-Lebang.
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Ignatlus
Kardmal Suharyo.
Sekretaris Jenderal, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin,
OSC.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar